PELEDAKAN BOM DI HOTEL JW MARRIOTT DAN RITZ CARLTON

Share:
Perkembangan lingkungan strategis baik secara global, regional maupun nasional saat ini mengalami perubahan yang cepat dan mendasar, dengan memunculkan multi polaritas dan regionalisasi terbuka di dalam tatanan interaksi global. Seiring dengan itu, perkembangan di bidang IPTEK yang diikuti oleh kemajuan sarana komunikasi, informasi dan transportasi, telah membuat dunia tidak mengenal batas Negara dan semakin transparan, sehingga suatu kejadian di belahan dunia/Negara dengan cepat dapat diketahui oleh Negara lain.

Perkembangan globalisasi juga telah meningkatkan nasionalisasi dan pergeseran sistem nilai kehidupan masyarakat, khususnya di Negara-negara berkembang seperti tuntutan akan keterbukaan dan demokratisasi. Sebagai implikasinya adalah semakin meluasnya konflik kepentingan yang bersumber pada pertentangan suku, etnis, agama serta nasionalisme sehingga mendorong berkembangnya issu radikalisme dan separatisme yang masih terus berlangsung, dengan melakukan aksi destruktif seperti sabotase objek vital, peledakan di pusat-pusat perdangangan dan perhotelan menggunkan bom-bom mobil. Kondisi ini membuktikan kepada dunia bahwa aksi terror dan sabotase merupakan pilihan jalan pintas yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai cita-citanya.

Akibat adanya perubahan yang disebut Reformasi sejak tahun 1998 situasi keamanan sangat tidak menentu. Kalau kita melihat situasi dimana bagsa Indonesia sekarang, melalui sebuah perubahan, sebagian masyarakat dengan leluasa bergerak membangun organisasi mengatasnamakan kebebasan untuk kepentingan pribadi dan golongan, baik yang pro terhadap pemerintah maupun yang kontra. Bahkan ada sekelompok yang mengatasnamakan diri mereka sebagai anggota yang peduli dengan nasib kaum yang tertindas, dan melampiaskan amarah mereka terhadap fasilitas dan orang-orang yang tidak berdosa. Salah satunya adalah dengan melakukan peledakan bom bunuh diri pada tempat-tempat perdangangan dan perhotelan serta objek vital yang menurut mereka ini semua adalah jihad.

Barangkali itulah yang terjadi di Negara kita yang tercinta ini, beberapa pekan kebelakang hal yang sungguh sangat disayangkan, ditengah kondisi Negara yang mulai ditata menuju ke arah yang lebih baik, kembali tercoreng dengan aksi peledakan bom bunuh diri di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton. Bagaimana tidak, bom bunuh diri ini terjadi selang beberapa pekan dari pelaksanaan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dengan kesibukan anggota KPU dalam melakukan rekapitulasi surat suara dan menjelang diadakannya laga sepak bola dari Tim Indonesia dengan Tim Manhcaster United, dan secara kebetulan juga hotel JW Marriott sebagai tempat menginap para pemain dari Tim Manchaster United. Kejadian ini tentunya ada tujuan yang melatarbelakangi dan dalang dibalik semuanya, dan hingga kini pihak aparat masih dalam proses penyelidikan dan mengidentifikasi

Hotel JW Marriott adalah merek hotel yang dioperasikan oleh Marriott International, bermarkas di suburban Maryland. Pada November 2007, terdapat 37 hotel beroperasi dengan brand ini, termasuk salah satunya adalah di Indonesia yang terletak di kawasan Mega Kuningan Jakarta Selatan. Sedangkan Ritz-Carlton adalah sebuah merek hotel dan resor mewah dengan 70 properti yang terletak di kota-kota besar dan tempat resor eksklusif di 23 negara di seluruh dunia. Merek The Ritz-Carlton dikelola oleh Ritz-Carlton Hotel Company LLC, sebuah anak perusahaan dari Marriott International. Ritz-Carlton Hotel Company saat ini memiliki 32.000 karyawan. Kantor pusat The Ritz-Carlton terletak di Chevy Chase, Maryland, sebuah pemukiman di perbatasan Washington, D.C.

Berbicara masalah peledakan, hotel ini dulunya juga pernah mengalami hal yang sama, yaitu pengeboman terjadi pada 5 Agustus 2003 sekitar pukul 12.45 WIB di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Ledakan itu berasal dari bom mobil bunuh diri dengan menggunakan mobil Toyota Kijang dengan nomor polisi B 7462 ZN yang dikendarai oleh Asmar Latin Sani. Ledakan tersebut menewaskan 12 orang dan mencederai 150 orang. Akibat peristiwa itu, Hotel JW Marriott ditutup selama lima minggu dan beroperasi kembali tanggal 8 September 2003. Selanjutnya yang terjadi di Jakarta beberapa pekan kemarin, dimana bom pertama meledak di Hotel Marriott pada pukul 07.47 WIB, sementara bom kedua meledak selang sepuluh menit kemudian di Hotel Ritz Carlton. Hotel ini rencananya akan menampung klub sepak bola Manchester United dalam kunjungannya ke Indonesia sebagai bagian dari Asia Tour mereka, tapi kunjungan tersebut dibatalkan karena pengeboman ini. Sembilan orang termasuk dua pengebom bunuh diri tewas.

Latar belakang peledakan bom bunuh diri di JW Marriott dan Ritz Carlton ini Menurut Ketua FPI Kota Depok, Habib Idrus Al Gadri merupakan sebuah bentuk dari kekecewaan sekelompok teroris terhadap serangkaian pembantaian umat Islam di Jalur Gaza Palestina. Hal itu dianggap sebagai dalih versi teroris untuk alasan jihad dan kebencian mereka terhadap negara Amerika Serikat. Sehingga para teroris mencari dan membidik Negara Amerika yang berhubungan dengan fasilitas dan orang-orangnya termasuk fasilitas dan orang Warga Amerika yang berada di Indonesia. 

Klaim bahwa Bom Mega Kuningan dilakukan jaringan teroris internasional Alqaeda mungkin ada benarnya, mengingat modus teror 17 Juli itu memang memiliki banyak kemiripan dengan teror-teror serupa sebelumnya, terutama metode serangan berulang yang adalah ciri khas Alqaeda dan kelompok-kelompok teror yang berafiliasi dengannya. 

Dan kalau kita perhatikan fakta-fakta teror berikut. Tanggal 26 Februari 1993, World Trade Center (WTC) berusaha dirobohkan bom mobil. Gagal. Duabelas tahun setelahnya, 11 September 2001, dua jet Boeing menabrakan diri ke Menara Kembar WTC. Simbol kejayaan ekonomi AS itu runtuh mengubur ribuan nyawa. September 1997, Kedubes AS di Tanzania menerima teror bom. Setahun kemudian, 7 Agustus 1998, Kedubes AS di Tanzania dan Kenya dihajar truk bom bunuh diri. Pada 3 Januari 2000, perahu cepat penuh bahan peledak gagal menghancurkan kapal perang AS, USS The Sullivans. Sembilan bulan berselang, 12 Oktober 2000, USS Cole ditabrak perahu serupa, di tempat sama, Teluk Aden, Yaman. 19 orang tewas. Tanggal 12 Oktober 2002, Bali diguncang bom bunuh diri, 202 tewas. Tiga tahun kemudian, 1 Oktober 2005, bom bunuh diri dari kelompok teror sama meletupkan Bom Bali II. 23 orang tewas. Malam 28 Agustus 2003, London gelap gulita, aliran listrik disabotase. Kemudian, Agustus 2004, rencana membom London, terbongkar. Namun, 7 Juli 2005, tiga stasiun KA bawah tanah diserang bom bunuh diri. 56 tewas. Mumbai, 11 Juli 2006, bom meneror kota itu. 209 meninggal dunia. Dua tahun kemudian, 26-29 November 2008, Lashkar-e-Thaiba menyerang, memberondong dan membom delapan titik simbol kejayaan dan inklusifme India di Mumbai itu. 173 orang tewas. Jakarta, 5 Agustus 2003, 11 nyawa melayang oleh bom mobil bunuh diri di Hotel JW Marriott. Enam tahun kemudian, pada 17 Juli 2009, hotel ini dibom kembali, bersama Ritz Carlton. Sembilan orang tewas.

Sesuai dengan latar belakang dari pengeboman tersebut, tentunya aparat yang menyelidiki tidak terburu-buru mengambil spekulasi mengenai dalang dibalik semua ini, meskipun banyak pula spekulasi dari berbagai pihak yang menduga apakah ini terkait dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ketika semua orang memuji pelaksanaan Pemilihan Presiden Indonesia yang berlangsung aman dan lancar ataukah perkembangan terbaru dari kelompok Noordin M. Top atau bisa jadi pemanfaatan momen agenda tour Tim sepak bola MU yang menjadikan hotel ini sebagai tempat untuk menginap.

Mengutip informasi dari hasil wawancara TV One tanggal 24 Juli 2009 dengan mantan tokoh pimpinan Jamaah Islamiyah Nassir Abbas yang menyatakan bahwa sehari setelah kejadian peledakan di JW Marriott dan Ritz Carlton ini, ia sudah mengetahui bahwa peledakan ini dilakukan oleh pemain lama yaitu kelompok Noordin M. Top. Alasan mengapa semua ini dilakukan oleh kelompok Noordin M Top karena ia meyakini modus operandi dan sasarannya sama dengan bom-bom sebelumnya yaitu bom Bali I dan II, dan bom di Kedutaan Australia dengan sasaran orang barat, bangunan yang dikenal oleh dunia dan teknis pembunuhannya dengan menggunakan bom yang dibawa oleh bomber (pelaku bunuh diri).

Seperti yang kita ketahui bahwa Noordin M Top sesuai dengan namanya, merupakan sosok yang selama ini menjadi buronan utama Kepolisian dalam kasus terorisme Internasional yang mempunyai peran dalam berbagai kasus peledakan bom di berbagai tempat di Indonesia dan banyak dikaitkan dengan Jaringan Al-Qaeda pimpinan Osama Bin Laden. Perannya yang cukup penting, yaitu sosok yang pandai merekrut orang untuk dijadikan pengikutnya. Dari pengakuan mereka yang sudah tertangkap, begitu pandainya Noordin merekrut, anak-anak muda menjadi percaya dan siap untuk melakukan aksi bunuh diri. Noordin sangat pintar membujuk orang-orang untuk melakukan sesuatu yang mungkin kelak akan disesali. Dan ini semua dapat kita lihat dari hasil olah TKP kejadian peledakan di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton beberapa pekan ke belakang. Hasil olah TKP yang dilakukan pihak Kepolisian dan Dokter Forensik mengidentifikasikan bahwa pelaku peledakan adalah remaja yang berusia antara 19-20 tahun yang tidak lepas dari peran Noordin dalam merekrut anggota yang siap dalam melaksanakan aksi bom bunuh diri, dan pelaku peledakan bom bunuh diri ini akhirnya diidentifikasi sebagai Maruto.

Mengenai tindakan aparat kepolisian dalam menangani kasus peledakan ini. Pada hari pertama ketika terjadi peledakan bom di JW Marriot dan Ritz Carlton, pihak Kepolisian Resor Jakarta Selatan langsung terjun ke lapangan melakukan evakuasi penghuni hotel dan segera memberikan Police line untuk melakukan identifikasi dan olah TKP oleh Polri. Ini menunjukkan sebuah reaksi cepat yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menangani segera kejadian, termasuk menyelidiki modus operandi pelaku pengeboman di kedua hotel berbintang tersebut. Termasuk mengerahkan tim forensik yang bertugas mengumpulkan benda-benda yang dapat dijadikan sebagai bukti untuk mengungkap pelaku peledakan, mengamankan segala yang ada di dalam hotel, seperti CCTV di luar, lobi dan di dalam hotel, serta mengamankan beberapa saksi mata pada saat kejadian. Dan melalui sebuah proses yang panjang, beberapa pekan kemudian pihak kepolisian berhasil mengidentifikasi hasil rekayasa foto pelaku peledakan, meskipun belum diketahui nama sang pelaku. Pihak kepolisian sedikit kesulitan dikarenakan salah satu karyawan dari hotel JW Marriott yang berprofesi sebagai peñata bunga bernama Ibrahim alias Boim belum berhasil ditemukan, karena diduga sebelum peledakan terjadi, Ibrahim sempat masuk membawa bunga bersama dengan seorang temannya yang belum jelas identitasnya, sehingga dengan keberadaan Ibrahim yang menghilang ini semakin menguatkan dugaan bahwa Ibrahim juga terlibat serta berperan dalam peledakan yang terjadi di hotel JW Marriott dan Ritz Carlton.

Apabila kita dengan seksama, menilai berbagai kejadian bom yang terjadi baik di luar maupun tanah air hampir semua teror bom itu dilakukan dengan mempertimbangkan waktu dan momentum, entah pemilu, KTT, kunjungan kenegaraan pemimpin negara besar, perhelatan akbar olah raga atau pertunjukan musik, dan sejenisnya. Semuanya menghajar simbol dan identitas nasional atau simbol asing di luar negeri, entah gedung perwakilan diplomatik atau perusahaan asing. Semua redudansi teror itu memberi pesan bahwa teroris sabar menunggu aparat lengah, ketat membaca momentum, terus menerus memperbaiki metode dan taktik, serta paham psikologi, reaksi massa dan simpul syahwat sensasi media massa.

Melihat cara mereka menembus dan mengelabui aparat keamanan, serta memanipulasi media untuk mengumbar panik massa yang malah menguntungkannya, teroris bukanlah kriminal biasa. Mereka tak pernah menyerang tanpa rencana dan tak memilih sasaran tanpa melihat momentum. Persiapan serangan teror umumnya berlangsung kurang dari enam bulan sebelum serangan, diawali oleh aksi pengelabuan sehari atau sesaat sebelum serangan, ini menurut Brent Smith, profesor kriminologi pada Universitas Arkansas. Sehari sebelum serangan bom ke Mega Kuningan, kantor KPK yang juga berada di kawasan Kuningan, diancam bom. Tahunya, Marriott dan Ritz Carltonlah yang dibom. Ini mungkin termasuk pengelabuan seperti disebut Brent Smith tadi. Jika Bom Mega Kuningan berhubungan dengan "event" internasional, maka "event" itu adalah kedatangan Manchester United. Kedatangan klub sepakbola terkaya dunia itu sudah diberitakan media sejak Januari 2009 atau lima bulan sebelum tempat dimana MU menginap, Hotel Ritz Carlton, dibom teroris. Selain tertuju pada MU, mata dunia juga memelototi Pemilu Indonesia 2009 yang disebut banyak kalangan sebagai contoh sukses demokrasi di negara berkembang. Oleh karena itu, menyerang Indonesia berarti mempermalukan demokrasi seluruh dunia sehingga spektrum pesan teroris lebih luas dari sekedar tekanan nasional.

Daftar Pustaka :
-http://id.wikipedia.org/wiki/Bom_JW_Marriott
-http://www.antaranews.com
-http://news.okezone.com

Tertarik Investasi / Bisnis? : Mengenal Forex Trading dan Investasi Perdagangan Mata Uang