YUDHOYONO VS BADAWI BERTANDING KEKUATAN PEREBUTKAN AMBALAT YANG KAYA MINYAK

Share:
Ahmad Sudirman : Stockholm - SWEDIA

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO KERAHKAN PASUKAN PERANG LAUTNYA UNTUK MENGGERTAK DATUK SERI ABDULLAH AHMAD BADAWI AGAR JANGAN MEMELUK AMBALAT YANG KAYA MINYAK 

Wilayah daerah Pulau Ambalat yang terletak disebelah utara perairan Selat Sulawesi dan dekat kepada Pulau Sipadan yang telah menjadi milik Malaysia berdasarkan dasar hukum keputusan Hakim Ketua Mahkamah Internasional Gilbert Guillaume yang berasal dari Prancis yang memutuskan bahwa Malaysia memiliki hak kedaulatan atas pulau Sipadan dan Ligitan atas dasar pertimbangan Effectivites (effective occupation) pada tanggal 17 Desember 2002. 

Ternyata, pihak Kerajaan Malaysia, pada tahun 1979, sebelum Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan jatuh ketangan Malaysia, telah membuat peta wilayah kekuasaan de-facto Kerajaan Malaysia yang meliputi Pulau Sipadan, Pulau Ligitan dan Pulau Ambalat yang oleh pihak Kerajaan Malaysia wilayah Ambalat dinamakan wilayah Blok ND7 dan ND6 di Laut Sulawesi. Kemudian, pada tanggal 16 Februari 2005 di Kuala Lumpur pihak Kerajaan Malaysia melalui Perusahaan minyak Petronas telah memberikan konsesi atau izin untuk membuka pertambangan kepada Perusahaan minyak Inggris/Belanda, Shell di Blok ND7 dan ND6, bagian wilayah Blok XYZ, di laut Sulawesi yang berdekatan dengan Tawau di Sabah yang diberi nama dengan nama Blok Ambalat dan Blok Timur Ambalat atau East Ambalat oleh pihak Indonesia. 

Pengklaiman Malaysia yang mempunyai hak kedaulatan atas wilayah Ambalat berdasarkan pada dasar hukum internasional Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 yang memberikan hak untuk mengelola dan mengeksploitasi sumber daya alam yang berada di kawasan perairannya. 

Sedangkan dari pihak Indonesia yang juga mengklaim Pulau Ambalat sebagai wilayah de-facto RI berdasarkan dasar hukum Internasional yang menentukan batas 12 mil, membagi wilayah Pulau Ambalat sebagai wilayah Blok Ambalat dan wilayah Blok Timur Ambalat. Dan melalui Perusanaan minyak Pertamina telah memberikan konsesi kepada Perusahaan minyak Italia ENI untuk wilayah Blok Ambalat pada tahun 1999, dan Perusahaan minyak Amerika Unocal pada tahun 2004 untuk mengeksplorasi minyak di wilayah Blok Timur Ambalat. 

Nah, pihak Indonesia mengklaim wilayah Blok Ambalat dan Blok Timur Ambalat sebagai wilayah perairan Indonesia, karena ketika Hakim Ketua Mahkamah Internasional Gilbert Guillaume menjatuhkan putusan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan wilayah Kerajaan Malasyia, tidak disebutkan tentang batas-batas perairannya. Sehingga pihak Indonesia tetap mengklaim mempunyai kedaulatan atas wilayah perairan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan termasuk wilayah Pulau Ambalat yang meliptui Blok Ambalat dan Blok Timur Ambalat. 

Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi, hari Senin, 28 Februari 2005 menyatakan, bahwa wilayah yang diberikan Petronas, perusahaan minyak Malaysia kepada Shell, untuk dieksplorasi itu, berada dalam wilayah teritorial Malaysia berdasarkan peta yang dibuat Malaysia pada tahun 1979. 

Kemudian pihak Kementrian Luar Negeri Indonesia melakukan protes dengan mengirimkan nota diplomatik yang berisikan protes kepada pemerintah Malaysia, atas pemberian konsesi minyak kepada Perusahaan minyak Shell di Blok Ambalat oleh perusahaan minyak Petronas. 

Seterusnya Wakil Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Najib Tun Razak, hari Selasa, 2 Maret 2005 menyatakan bahwa masalah protes Indonesia atas konsesi minyak Malaysia di Laut Sulawesi kepada pihak Perusahaan minyak Shell bisa diselesaikan di meja perundingan. 

Tetapi tentu saja pihak Indonesia, tidak mau kehilangan dua kali setelah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan masuk wilayah Kerajaan Malaysia melalui perundingan di depan meja Mahkamah Internasional. Dimana kali ini pihak Indonesia langsung menunjukkan gigi taring Angkatan Lautnya untuk menunjukkan ototnya kepada pihak Kerajaan Malaysia. Dimana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada hari Kamis, 3 Maret 2005 mengadakan pertemuan dengan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Letnan Jenderal Djoko Santoso, Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Madya Slamet Soebijanto, dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Madya Djoko Suyanto, Menteri Perhubungan Hatta Rajasa dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro untuk membicarakan masalah konsesi Petronas kepada Sheel untuk melakukan eksplorasi minyak di Blok Ambalat dan Blok Timur Ambalat yang konsesi kontraknya telah ditandatangani di Kuala Lumpur pada tanggal 16 Februari 2005. 

Pihak TNI telah mengirimkan pasukan maritimnya KRI Nuku, KRI Rencong, dan KRI Wiratno serta dua pesawat patroli dan pengintai milik TNI AL ke wilayah Ambalat yang telah menjadi sengketa soal konsesi minyak yang diberikan Petronas kepada Shell, dan soal wilayah perairan Ambalat yang mengandung kekayaan minyak. Alasan pengerahan angkatan laut TNI ke perairan Sulawesi ini adalah untuk menunjukkan kekuatan otot angkatan laut TNI kepada pihak Kerajaan Malaysia agar jangan petentengan di wilayah Ambalat dan sekaligus menunjukkan bahwa perang bisa saja pecah, karena penyelesaian Ambalat tidak akan dilakukan di meja perundingan apalagi ke Mahkamah Internasional. Pengalaman pahit yang menimpa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, telah membuat pihak Susilo Bambang Yudhoyono trauma ketika mendengar pihak Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi untuk berunding dan menyebut-nyebut Mahkamah Internasional.