Pemerintah Indonesia harus berupaya lebih serius mempertahankan Blok Ambalat di perairan Sulawesi. Bersikap tegas dengan mengirim kapal perang untuk menghadapi provokasi Malaysia boleh-boleh saja. Tapi, yang jauh penting, mempertahankan blok ini lewat jalan damai.
Malaysia merasa berhak atas wilayah eksplorasi minyak itu setelah memenangi sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan lewat Mahkamah Internasional pada 2002. Tiga tahun kemudian negara tetangga itu memberikan konsesi kepada Shell, perusahaan Inggris-Belanda, untuk mengeksplorasi minyak di Blok Ambalat. Klaim Malaysia ditunjukkan pula dengan seringnya mengirim kapal perang dan pesawat militer ke wilayah ini. Aksi tersebut dibalas pula dengan pengerahan kapal perang dan pesawat tempur oleh Tentara Nasional Indonesia di sana.
Provokasi Malaysia perlu dihadapi dengan hati-hati. Sebab, baik secara faktual maupun yuridis posisi Indonesia sesungguhnya amat kuat. Dunia telah menerima konsep negara kepulauan yang berprinsip bahwa tak ada perairan lepas di antara pulau-pulau di negara jenis ini. Indonesia boleh menentukan batas wilayah kedaulatan dan zona ekonomi eksklusif dengan menarik garis pangkal dari pulau-pulau terluar. Prinsip ini telah diterima dalam Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Dengan dasar inilah, jelas Blok Ambalat masuk wilayah Indonesia.
Walaupun Pulau Sipadan dan Ligitan telah jatuh ke tangan Malaysia, bukan berarti Blok Ambalat bisa dikuasai oleh negara itu. Soalnya, Indonesia masih bisa menarik garis dari Karang Unarang, yang terletak di tenggara Pulau Sebatik, sebagai pengganti garis pangkal di Pulau Sipadan dan Ligitan. Lagi pula Malaysia bukanlah negara kepulauan. Cara mengukur perairan yang menjadi kekuasaannya bukan dari pulau terluar, melainkan tetap dari daratan Sabah.
Secara faktual, Indonesia juga telah memberikan konsesi eksplorasi di Ambalat kepada ENI, perusahaan Italia, pada 1999. Adapun Blok Ambalat Timur diberikan kepada Chevron, perusahaan Amerika Serikat, pada 2004. Bahkan, jauh sebelumnya, sejak 1961 Indonesia sudah mengeksplorasi blok ini. Selama itu pula Malaysia tidak pernah menyampaikan protes.
Kendati begitu, harus diakui kita selama ini kurang serius mengurus perairan yang begitu luas. Undang-Undang No. 6/1996 tentang Perairan Indonesia pun tidak memuat batas wilayah yang jelas sesuai dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut Internasional. Pemerintah juga belum menyelesaikan perundingan dengan negara-negara tetangga untuk menentukan batas perairan yang masih abu-abu. Inilah pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan pemerintah.
Kita tentu berharap pemerintah Malaysia dan Indonesia bersikap arif serta kembali melanjutkan perundingan mengenai Ambalat yang telah lama dirintis. Sengketa ini seharusnya tidak berlarut-larut karena bukanlah perseteruan memperebutkan wilayah kedaulatan melainkan zona ekonomi eksklusif. Aksi konfrontasi haruslah menjadi alternatif terakhir karena hanya akan mencederai persahabatan di antara kedua negara yang telah lama terjalin.
Take from : http://www.tempointeraktif.com
Tertarik Bisnis Forex Online? klik dan baca artikelnya disini :
Mengenal Forex Trading dan Investasi Perdagangan Mata Uang