MALAYSIA MENGKLAIM TARI PENDET BAGIAN DARI BUDAYA MALAYSIA

Share:
Oleh : DATU Lobar

Setelah dua tahun yang lalu mengklaim lagu Rasa Sayange, kemudian Reog Ponorogo dan Kerajinan Batik, kini Malaysia kembali mengangkat kasus baru. Kasus yang setidaknya mampu menyulut rasa panas telinga masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Bali. Bagaimana tidak panas…? Coba bayangkan setelah Malaysia berhasil dengan klaim pulau Sipadan dan Lingitan, tidak tanggung-tanggung keberaniannya kian menjadi-jadi.

Sebut saja mulai masalah TKI, dimulai dari penyiksaan sampai dengan pembantaian (http://zielobar.blogspot.com/2009/07/pembantaian-biadab-tki-oleh-preman-dan_04.html) tapi kenapa pemerintah terlihat nyantai saja menghadapi hal ini. Mungkin kita sudah terbiasa menyepelekan sesuatu yang kecil, padahal imbas dari semuanya adalah hubungan kerjasama dua Negara ini menjadi tidak harmonis.

Disisi lain kita juga tidak bisa meyalahkan Negara Malaysia, yang mungkin juga lebih bangga terhadap budaya asli Indonesia jika dibandingkan budaya bangsanya sendiri. Hal ini bisa dilihat dari beberapa kasus klaim budaya Indonesia oleh negara asal gembong teroris Noordin M Top ini.

Tapi anehnya, kita sebagai bangsa Indonesia yang memiliki ragam kekayaan suku bangsa dan budaya malah sebaliknya, merasa tidak peduli bahkan tidak bangga dengan budaya yang kita miliki. Tentunya hal ini tidak terlepas dari lunturnya kebanggaan sebagai warga Negara Indonesia. Kurang tegasnya pemerintah merupakan salah satu penyebab dari kondisi ini.

Mungkin efek dari kurang tegas tersebut, secara tidak langsung memberi ruang gerak bagi Negara-negara lain di dalam menjalankan aksinya di Negara kita yang tercinta ini. Coba kita bayangkan sejak mencuatnya kasus lagu Rasa Sayange, Batik, Makanan Rendang, Reog Ponorogo, dan Lagu Jali-jali, Malaysia semakin gencar mengkalim budaya Indonesia untuk promosi. Meskipun berbagai cara yang ditempuh sudah dilakukan, bahkan Malaysia berjanji tidak akan mengulangi hal yang sama lagi. Nah…hasil demikianlah yang tidak kita inginkan. Mediasi, perundingan, peringatan dan segala macam tetap saja tidak akan mempan selama pemerintah kita terlalu sabar dan baik. Sebagai bukti Tari Pendet disabet. Mau….?

Kemudian mengutip hasil wawancara Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik yang mengatakan “Kalau mau dijadikan iklan komersial, maka wajib hukumnya saling memberitahu. Itu kesepakatan” bahkan saya sempat juga mendengar akan mendaftarkan tarian pendet ini menjadi sebuah hak paten milik dari kebudyaan Indonesia. Dalam artian dibuat sebuah catatan bukti meskipun bukti tersebut dalam selembar kertas.

Kembali lagi akhirnya kita mengatakan bahwa kita terlalu sering menyepelekan hal-hal yang kecil. Jika Menteri Kebudayaan dan Pariwisata mengatakan hal tersebut, terlihat bahwa kita ahli dalam membuat sesuatu disaat kepepet. Apakah kita harus menunggu Negara lain mengklaim segala macam milik Indonesia baru kita mulai memperhatikannya? Kalau begitu, bisa jadi Malaysia tidak akan berhenti sampai disini dalam mengklaim milik dari Indonesia.