Skandal Bank Century; Mayoritas Fraksi Temukan Pelanggaran

Share:
JAKARTA - Drama diprediksi bakal terjadi pada pemandangan awal fraksi terhadap hasil Panitia Khusus Hak Angket Century. Enam fraksi di DPR mengklaim menemukan dugaan pelanggaran, sementara tiga fraksi lainnya menyatakan belum cukup bukti.

Enam fraksi yang sudah menyatakan temuannya itu adalah Fraksi PDIP, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PKS, Fraksi PPP, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Partai Hanura. Fraksi tersebut berjanji akan membuka semua temuan berdasarkan data dan fakta yang telah terungkap.

Sementara tiga fraksi yang kecenderungannya membenarkan adalah Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN, dan FraksiPKB. Anggota Pansus dari FPDIP Eva Kusuma Sundari mengatakan, fraksinya akan menyampaikan semua data-data pelanggaran yang terjadi mulai dari saat merger dan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) terhadap Bank Century.

“Kami pasti tidak akan menutupi adanya pelanggaran yang sudah nyata. Besok (hari ini) sudah bisa dilihat pandangan awal per fraksi,” kata Eva kepada wartawan, Minggu (7/2/2010). FPDIP, kata dia, telah menemukan 45 dugaan pelanggaran dalam proses penanganan Bank Century.

Dari 45 dugaan pelanggaran tersebut, di antaranya proses akuisisi, pemberian FPJP, penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, pembentukan Komite Koordinasi (KK), penyerahan penanganan Bank Century kepada LPS, dan pemberian penyertaan modal sementara (PMS) oleh LPS.

Selain itu, FPDIP menemukan adanya dugaan kerugian negara dalam PMS. Kerugian terutama saat pihak Bank Century menarik dana sebesar Rp938 miliar, padahal bank dalam kondisi pengawasan khusus. Menurut dia, pihak yang bertanggung jawab terhadap dugaan pelanggaran itu adalah Bank Indonesia, KSSK, KK, dan LPS. ”Kita akan beberkan ini ada rapat pandangan awal fraksi,” tandasnya.

Anggota Pansus dari FPKS Mahfudz Siddiq mengatakan, setidaknya ada 18 dugaan pelanggaran yang ditemukan PKS. Pelanggaran itu harus ada yang bertanggung jawab meski itu terkait dengan kebijakan.

Menurut dia, pembuat kebijakan yang prosesnya menyalahi aturan juga bisa dipidanakan. Hal itu sebagaimana dalam kasus BI yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di mana pembuat kebijakannya telah divonis bersalah karena menguntungkan pihak atau orang lain.

“Kami mencatat sebanyak 18 pelanggaran yang terjadi mulai dari proses merger Bank Century, pengubahan peraturan Bank Indonesia, pemberian FPJP, dan bailout,” katanya. Temuan pelanggaran juga diungkap Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto. Menurut dia, pihaknya menemukan setidaknya 54 pelanggaran dalam kasus Century.

Temuan itu, kata dia, berdasarkan informasi dan data dari pansus yang kemudian dievaluasi dan dianalisis serta dari anggota Fraksi Golkar di Pansus Century. “Fakta dan data sudah kita evaluasi secara panjang lebar, termasuk dari pemeriksaan saksi dan ahli. Hasilnya, memang ada pelanggaran, baik saat akuisisi, merger, FPJP, dan bailout,” katanya.

Anggota Pansus dari Fraksi PPP Muhammad Romahurmuzy mengatakan, pihaknya mencatat ada 27 dugaan pelanggaran dalam kasus Bank Century. Namun, apakah dugaan pelanggaran itu masuk kategori korupsi, dia belum bisa memastikannya dan saat ini masih dalam pengkajian fraksinya.

Wasekjen DPP PPP itu memprotes rencana agenda penyampaian pandangan awal fraksi. Sebab, bisa saja ada perbedaan antara pandangan awal dengan hasil pandangan akhir. Meski begitu, lanjut dia, DPP PPP menginstruksikan kepada anggotanya di pansus untuk menyampaikan secara apa adanya fakta yang telah ditemukan.

Anggota Pansus dari Fraksi Hanura Akbar Faizal menyebutkan, pihaknya menemukan setidaknya ada 62 penyimpangan dalam kasus Bank Century. Hanura mengelompokkannya menjadi 4 kategori, yakni 16 penyimpangan dalam proses akuisisi dan merger, 25 penyimpangan pasca merger, 8 penyimpangan terkait pemberian FPJP, dan 13 penyimpangan terkait penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

“Dari penyimpangan itu, Fraksi Hanura menyimpulkan telah terjadi upaya perampokan dana bank secara berkelanjutan dengan melibatkan pejabat BI, pejabat institusi moneter, dan pejabat institusi fiskal yang akhirnya merugikan keuangan negara,” ungkapnya.

Pandangan berbeda disampaikan Partai Demokrat. Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan, sebenarnya pandangan awal pansus tidak diperlukan karena tidak ada mandat pansus untuk membuat pandangan awal. Namun demikian, kata dia, jika memang diperlukan FPD tidak lagi memfokuskan pada temuan.

Sebab, hal itu merupakan tugas BPK dan rapat-rapat pemeriksaan di pansus. “Justru temuan dan datadata itulah yang kami harmonisasikan, konsolidasikan, dan ramu menjadi substansi pandangan dan pendirian FPD di pansus,” ungkapnya. Anas mengatakan, sedikitnya ada enam substansi pokok yang akan disampaikan.

Namun, dia masih enggan membeberkan apa saja hasil enam persoalan tersebut.”Yang pasti FPD akan objektif, berbasis data, multiperspektif, dan tidak memakai kacamata kuda,” ungkapnya

take from : okezone news