KAJIAN PERBATASAN DAN STUDI PERBATASAN

Share:
Sebuah Pengantar Bagian I
Riwanto Tirtosudarmo
(Lembaga Ilmu Pengeahuan Indonesia)

Perbatasan sebuah negara, atau state’s border, dikenal bersamaan dengan lahirnya negara. Negara dalam pengertian modern sudah mulai dikenal sejak abad ke-18 di Eropa. Perbatasan negara merupakan sebuah ruang geografis yang sejak semula merupakan wilayah perebutan kekuasaan antarnegara, yang terutama ditandai oleh adanya pertarungan untuk memperluas batas-batas antarnegara. Sebagai bagian dari sejarah dan eksistensi negara, riwayat daerah
perbatasan tidak mungkin dilepaskan dari sejarah kelahiran dan berakhirnya berbagai negara. 

Dalam kaitan ini menarik untuk mencermati kelahiran negara-bangsa (nation-state) sebagai bentuk negara modern yang berkembang sejalan dengan merebaknya ethnic nationalism dan national identity. Anthony D. Smith dalam bukunya Ethnic Origin of Nations (1986) menggambarkan identitas nasional sebagai a collective cultural phenomenonyang mengandung berbagai elemen dasar, seperti adanya kekhasan bahasa, sentimen-sentimen, dan simbolisme yang merekatkan sebuah komuniti yang mendiami suatu teritori tertentu. Pada awal sejarah kelahirannya, negara-bangsa, menurut Smith, identik dengan ‘negara-etnis’. 

Pada awalnya, batas-batas teritorial dari negara-bangsa merupakan refleksi dari batas-batas geografis sebuah etnis tertentu. Perkembangan selanjutnya dari negara-bangsa memperlihatkan bahwa kesamaan cita-cita, yang tidak jarang bersifat lintas-etnis, lebih mengemuka sebagai dasar dari eksistensi sebuah negara-bangsa. 

Perbatasan sebuah negara dalam konteks semacam itu menunjukkan kompleksitas tersendiri yang memperlihatkan bahwa batas negara tidak hanya membelah etnisitas yang berbeda. Ia bahkan membelah etnis yang sama, karena dialaminya sejarah kebangsaan yang berbeda oleh warga etnis yang sama. Pertama-tama, ‘perbatasan’ adalah konsep geografis-spasial. Ia baru menjadi konsep social ketika kita berbicara tentang masyarakat yang menghuni atau melintasi daerah perbatasan. 

Sebagai konsep geografis, masalah perbatasan telah selesai ketika kedua negara yang memiliki wilayah perbatasan yang sama menyepakati batas-batas wilayah negaranya. Permasalahan justru muncul ketika perbatasan dilihat dari perspektif sosial, karena sejak itulah batasan-batasan yang bersifat konvensional mencair. Perbatasan memperoleh makna yang baru sebagai konstruksi sosial dan kultural yang tidak lagi terikat pada pengertian yang bersifat teritorial. 

Tulisan-tulisan utama yang dihimpun dalam nomor khusus ini merupakan pemaparan berbagai aspek yang muncul di daerah perbatasan dari perspektif ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan. Dalam perspektif itu, perbatasan tidak lagi dipandang sekedar sebagai geographical space, tetapi lebih sebagai socio-cultural space. Dalam perspektif sosio-kultural inilah tulisan-tulisan yang ditampilkan dapat dilihat sebagai sebuah upaya rintisan untuk mengembangkan studi atau kajian tentang perbatasan (borderland studies). 

Di luar Indonesia dan Asia Tenggara, kajian tentang perbatasan telah berkembang, terutama di pusat-pusat ilmu sosial di Eropa Barat dan Amerika Utara, dan telah menjadi field of studies yang baru. Pada nomor khusus ini, kami beruntung memperoleh dua artikel yang membicarakan perbatasan dalam tataran teoretis-konseptual. Artikel pertama ditulis oleh Reed Wadley (Border Studies beyond Indonesia: A Comparative Perspective), dan yang kedua oleh Alexander Hortsmann (Incorporation and Resistance: Border-Crossing and Social Transformation in Southeast Asia).

Kedua penulis adalah sejumlah kecil dari ahli antropologi yang memberikan perhatian khusus pada studi perbatasan di kawasan Asia Tenggara. Ditampilkannya kedua tulisan yang bersifat teoretis-konseptual ini diharapkan dapat menjadi rangsangan bagi para ilmuwan sosial di Indonesia dan Asia Tenggara untuk mulai melakukan kajian tentang berbagai aspek sosial dan kebudayaan di daerah perbatasan. 

Tulisan Wadley menyajikan sebuah perspektif bersifat komparatif mengenai kajian tentang perbatasan di dunia, khususnya di Afrika dan Amerika bagian barat-laut. Tujuan yang ingin dicapai oleh tulisan ini ialah menempatkan kajian tentang perbatasan di Kalimantan dalam konteks perbandingan yang lebih luas. Esai Horstmann yang merupakan telaah terhadap state of the arts dari kajian tentang perbatasan mengemukakan tentang semakin disadarinya perbatasan sebagai laboratorium perubahan sosial-budaya, khususnya di Asia Tenggara. Esai ini mencoba mendiskusikan konsep yang koheren tentang batas, daerah perbatasan, dan daerah frontier, serta mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan penelitian dan agenda masa depan dari studi perbatasan. NEXT


URL Source: http://www.fisip.ui.ac.id/


Tertarik Bisnis Forex Online? klik dan baca artikelnya disini :
Mengenal Forex Trading dan Investasi Perdagangan Mata Uang