Masih "disimpannya" istri korban pembunuhan Nasruddin Zulkarnain, Rani Juliani, oleh polisi mendapat sorotan tajam dari seorang ahli pidana dan viktomologi (ilmu tentang korban) Dr Mudzakir.
Dia berpendapat tidak sepatutnya polisi menyimpan Rani, walaupun dengan alasan melindungi. Sebab dalam kasus ini, terlibat pula seorang perwira menengah polisi. Sehingga posisi lembaga kepolisian sudah tidak lagi netral.
"Kalau toh benar Rani meminta perlindungan. Polisi seharusnya segera menyerahkan Rani kepada lembaga yang lebih netral dan tidak berpihak. Dalam hal ini sesuai ketentuan undang-undang adalah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban," ujar pakar pidana dan viktomologi dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut, Jakarta, Jumat (12/6/2009).
Hingga saat ini, keberadaan Rani Juliani, istri ketiga almarhum Nasruddin Zulkarnain, memang masih misterius. Sejak Nasruddin terbunuh, dia bersama orang tuanya menghilang dari rumahnya di kawasan Tangerang.
Sejumlah media yang mencoba mencari tahu keberadaan Rani, tak pernah berhasil bertemu. Polisi mengaku menyembunyikan Rani dengan alasan keamanan.
"Kita sangat yakin bahwa polisi sangat profesional. Dan selama ini terbukti sangat profesional. Namun dalam kasus Rani, sebaiknya polisi tetap menjaga image tersebut. Sebab dalam kasus ini melibatkan Kombes Williardi, seorang perwira polisi yang mempunyai kedudukan tinggi. Jangan sampai muncul adanya kesan conflict of interest," ujarnya.
Posisi Rani, ujar Mudzakir, sangat unik dan penting. Sebagai sebagai istri Nasruddin dia merupakan korban, sekaligus kunci untuk mengungkap kasus ini. Sebab seperti dipaparkan oleh polisi, pembunuhan Nasruddin diduga dilatarbelakangi masalah skandal asmaranya dengan mantan Ketua KPK Antasari Azhar.
Namun sejauh ini soal tersebut belum begitu clear. Banyak kalangan meragukan Antasari melakukan hal itu, sebab sebelumnya dia telah mengadukan kasus teror dari Nasruddin kepada Kapolri.
Belakangan sejumlah pengamat menilai kemungkinan adanya konspirasi, yang menjebak Antasari Azhar karena langkahnya sebagai Ketua KPK yang banyak menyeret para koruptor ke meja hijau.
Dengan terus menyimpan Rani, tambah Mudzakir, bisa menimbulkan dugaan yang tidak-tidak terhadap polisi. Misalnya saja, dia dipersiapkan untuk memberi pengakuan, seperti skenario yang telah disiapkan oleh polisi.
"Ini yang harus dihindari oleh polisi. Jangan muncul kesan adanya rekayasa.Kasus ini merupakan kasus besar, yang melibatkan sejumlah pejabat dan nama besar. Jadi bisa berubah kemana-mana. Kalau tidak hati-hati bisa menjadi bumerang bagi polisi," ujarnya mengingatkan.
Menurut pengajar hukum pidana dan viktomologi di sejumlah perguruan tinggi ini, sebagai saksi kunci, hendaknya Rani diperiksa terlebih dahulu, sehingga masalahnya menjadi clear.
Dalam pemeriksaan, Rani hendaknya juga didampingi oleh lembaga yang independen. Sebab bila didampingi oleh pengacara, tidak menutup kemungkinan masuknya kepentingan titipan dari kelompok tertentu. Dia mengusulkan Komnas Perempuan sebagai pendamping Rani.
"Posisi Rani sungguh rawan. Banyak pihak yang berkepentingan dengannya. Jangan sampai dalam pemeriksaan dia mengalami intimidasi. Dia harus memberikan keterangan yang benar dan seobyektif mungkin," tegasnya.
Ketika ditanya mengapa hingga kini Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tidak proaktif dan segera mengambilalih perlindungan terhadap Rani, Mudzakir mengatakan lembaga ini pada prinsipnya bersifat pasif.
Kalau benar seperti dikatakan oleh polisi, bahwa Rani meminta perlindungan, maka polisi yang seharusnya segera menyerahkan kepada LPSK. Setelah itu LPSK bisa meminta bantuan pengamanan dari polisi.
"Tapi secara formal Rani berada di bawah perlindungan LPSK," tambahnya.
Take from : http://news.okezone.com